Cari Blog Ini

wellco_Ome

selamat datang...

Rabu, 09 November 2011

MAKALAH PENALARAN BALAM BAHASA



 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
Penalaran Dalam Bahasa


KELOMPOK 2

Annisa Rahmawati  ( 1141172106132 )
Inas najiah ( 1141172106374 )
Muhsinah ( 11411721060037 )
Sofwan murtadho ( 1141172106 )


FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA
KARAWANG 2011
KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang PENALARAN DALAM BAHASA,  yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Penalaran Dalam Bahasa” yang sangat berguna untuk para mahasiswa dalam penyusunan skripsi. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru bahasa Indonesia sang Penyusun yaitu Ibu Een Nurhasanah, SS.,MA yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun karya tulis ilmiah.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.









Karawang,  November 2011

2
DAFTAR ISI


Kata pengantar.............................................................................              2
Daftar Isi......................................................................................              3
BAB I ..........................................................................................              4
Pendahuluan.................................................................................              5
BAB II..........................................................................................              6
Pembahasan Penalaran Dalam Bahasa Indonesia........................              6
2.1     Pengertian Penalaran..........................................................              6
2.2     Penalaran Induktif..............................................................              7
2.2.1  Generalisasi............................................................              7       
2.2.2  Analogi...............................................................................              8
2.2.3  Hubungan Klausal..................................................              8
                    A. Hubungan sebab-akibat.......................................              8       
                    B. Hubungan akibat-sebab........................................             9
                    C. Hubungan akibat-akibat.......................................             9
 2.3    Penalaran Deduktif..............................................................            10
          2.3.1  Menarik Simpulan Secara Langsung.........................            10
          2.3.2  Menarik Simpulan Secara tidak Langsung................            10
                   A. Silogisme kategorial..............................................             10
                   B. Silogisme hipotesis................................................             10
                   C. Silogisme alternatif................................................             11
                   D. Entimem................................................................              11
2.4     Salah Nalar..........................................................................              11
          2.4.1  Deduksi yang salah...................................................              11
          2.4.2  Generalisasi yang terlalu luas...................................              12
          2.4.3  Pemikiran “atau ini, atau itu”...................................               12
          2.4.4  Salah nalar atas penyebabnya...................................               12
          2.4.5  Analogi yang salah....................................................              12
          2.4.6  Penyimpangan masalah.............................................              13
          2.4.7  Pembenaran masalah lewat pokok sampingan..........              13
          2.4.8  Argumentasi ad hominem..........................................             13
          2.4.9  Imbauan pada keahlian yang disangsikan.................              14
          2.4.10 Non sequitur.............................................................              14
 BAB III.........................................................................................             14
Penutup..........................................................................................             14
3.1     Kesimpulan..........................................................................             15
3.2     Penutup................................................................................             16
Daftar pustaka................................................................................             17


3

BAB I
PENDAHULUAN


Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (entesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequense). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Menurut Jujun Suriasumantri, penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :
1)      Proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu.
2)    Sifat analitik dari proses bepikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau Fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.









 4
BAB II
PEMBAHASAN


PENALARAN DALAM BAHASA INDONESIA

2.1 Pengertian Penalaran
            Penalaran adalah bentuk tertinggi dari pemikiran, oleh sebab itu penalaran lebih rumit dibanding pengertian proposisi.
Apa itu penalaran?
            Hakikat penalaran terlahir dari tutur bahasa makhluk yang berpikir. Secara sederhana penalaran dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan kesimpulan berdasarkan proposisi-proposisi yang mendahuluinya.
            Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut proposisi. Sebelum kita mengetahui apa itu proposisi, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa yang dimaksud term. Term adalah suatu kata atau kelompok kata yang menempati subjek (S) dan predikat (P). Tidak  semua kata adalah term, meskipun setiap term itu adalah kata atau kumpulan kata.
Contohnya :
Orang tua asuh, pecinta alam, binatang, dll.
            Adapun pengertian dari proposisi adalah kalimat logika yang merupakan pernyataan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah. Proposisi merupakan suatu kegiatan rohani, baik menyuguhkan atau mengingkari.
Contohnya :
Proposisi yang menyuguhkan “ semua orang negro berkulit hitam “ dan proposisi yang mengingkarinya “tidak semua orang negro berkulit hitam”.
       Jadi, penlaran adalah proses berfikir yang sistematik untuk memperoleh sebuah kesimpulan berupa pengetahuan. Penalaran juga merupakan proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis. Dan berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut dengan menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan
5
 diebut premis entesedens) dan hasil kesimpulannya disebut konklusi (consequence). Dan
hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran ilmiah mencakup kedua proses penalaran itu.

2.2 Panalaran Induktif
            Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sifat yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi.
Contoh:
            Suatu lembaga kanker di Amerika melakukan studi tentang hubungan antara kebiasaan merokok dengan kematian. Antara tanggal 1 Januari dan 31 Mei 1952 terdaftar 187.783 laki-laki yang berumur antara 50 sampai dengan 69 tahun. Kepada mereka dikemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang kebiasaan merokok mereka pada masa lalu dan masa sekarang. Selanjutnya keadaan mereka diikuti ters menerus selama 44 bulan. Berdasarkan surat kematian dan keterangan medis tentang penyebab kematiannya, diperoleh data bahwa diantara 11.870 kematian yang dilaporkan 2.249 disebabkan kanker.
            Dari seluruh jumlah kematian yang terjadi (baik yang merokok maupun yang tidak) ternyata angka kematian dikalangan pengisap rokok tetap jauh lebih tinggi daripada yang tidak pernah merokok, sedangkn jumlah kematian penghisap pipa dan cerutu tidak banyak berbeda dengan jumlah kematian yang tidak pernah merokok.
           Dari bukti-bukti yang terkumpul dapatlah dikemukakan bahwa asap tembakau memberikan pengaruh yang buruk dan memperpendek umur mnusia. Cara yang paling sederhana untuk menghindari kemungkinan itu ialah dengan tidak merokok sama sekali.
            Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut :

2.2.1 Generalisasi
            Ganeralisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual (khusus) menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.
Macam-macam generalisasi :
6
a)      Generalisasi sempurna adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contohnya, setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian disimpulkan bahwa :
Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31. Dari penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan. Generalisasi macam ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis.
b)      Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Contohnya, setelah kita menyelidiki sebagian bangsa indonesia, ternyata mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna.
 Sah atau tidaknya sebuah simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal berikut :
a)      Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang didapat atau dikumpulkan, makin sah pula simpulan yang diperoleh
b)      Dataitu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang sah.
c)      Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.

2.2.2 Analogi
            Analogi adalah suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan atau referensi tentang kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan.
Contohnya :
Bagaikan badai mengamuk, memporak-porandakan segala sesuatu yang ditemui. Rumah-rumah berantakan, pohon-pohon bertumbangan tiada bersisa. Tinggallah akhirnya dataran luas dan sunyi dengan puing-puing gedung dan pohon-pohon yang tumbang. Demikianlah penderitaan telah membuatnya hancur luluh tanpa ampun. Rasanya tak ada lagi yang tersisa, kecuali badan yang hampa rasa, tanpa citra, cipta, dan karya.
        Adapun tujuan penalaran adalah :
1)     Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
2)     Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3)     Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.

2.2.3 Hubungan Klausal
Hubungan klausal adalah cara penalaran yang diperoleh dari peristiwa-peristiwa yang memiliki pola hubungan atau saling berhubungan satu sama lain. Yaitu salah satu variable (independen) mempengaruhi variable yang lain (dependen). Dalam kaitannya dengan hubungan klausal ini, ada tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut:
a)       Hubungan sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Namun juga bisa berpola A menyebabkan C atau menyebabkan D, dan seterusnya.
Contohnya :
Kemarin Budi tidak dapat mengerjakan soal ujian. Hari ini pengumuman nilai ujian dan Budi mendapatkan nilai yang jelek. Karena itu, Budi pasti tidak belajar.
b)     Hubungan akibat-sebab
Dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa “sebab” merupakan simpulan.
c)      Hubungan akibat-akibat
Hubungan akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Yaitu peristiwa “akibat” langung disimpulkan pada “akibat” yang lain.
Contohnya :
Kemarau panjang menyebabkan sungai kering.
(A)                                 (B)

Kemarau panjang menyebabkan sawah menjadi kekurangan air.
(A)                                                  (C)

            Dalam proses penalaran, “akibat-akibat”, peristiwa “sungai kering (B)” merupakan data, dan “sawah menjadi kering (C)” merupakan simpulan. Jadi, karena sungai kering sawah menjadi kekurangan air.

2.3 Penalaran Deduktif
            Penalaran deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum akan ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

7
Contohnya :
Pada pagi hari lalu lintas di Jakarta macet dikarenakan terlalu banyak kendaraan yang menuju daerah Jakarta dan semakin banyaknya para pegawai yang bekerja di Jakarta yang memakai kendaraan pribadi.
            Adapun simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum daripada proposisi tempat menarik simpulan itu. Proposisi tempat menarik simpulan itu disebut premis. Premis adalah pernyataan yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan. Kemudian premis dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat) dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek).
Contohnya :
Semua tanaman membutuhkan air.
Akasia adalah tanaman.
Akasia membutuhkan air.
            Adapun penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung.
2.3.1 Menarik simpulan secara langsung
            Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis, misalnya:
a)      Semua S adalah P. (premis)
b)      Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh :
Semua kucing berbulu halus. (premis)
Sebagian yang berbulu halus adalah kucing. (simpulan)

 2.3.2 Menarik simpulan secara tidak langsung
            Untuk menarik simpulan secara tidak langsung, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang sudah diketahui oleh semua orang.
            Penalaran deduksi secara tidak langsung berbeda dengan penalaran deduksi secara langsung, karena penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai datanya. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum kemudian diikuti oleh premis kedua yang bersifat khusus.
Berikut adalah beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan simpulan secara tidak langsung, yaitu :
a)      Silogisme kategorial
8
Silogisme kategorial adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme kategorial disusun dari tiga proposisi (pernyataan) yaitu premis mayor dan premis minor, serta sebuah konklusi (kesimpulan).
Contohnya :
Barang siapa melanggar peraturan harus dihukum.
Ia melanggar peraturan.
Ia harus dihukum.
b)     Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri dari premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis.
c)      Silogisme alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
d)     Entimem
Entimem adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme. Tetapi didalam entimem premisnya dihilangkan / tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contohnya :
Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari.
Pada malam hari tidak ada matahari.
Pada malam hari tidak mungkin terjadi proses fotosintesis.

2.4 Salah Nalar
            Salah nalar (fallacy) ialah gagasan, pikiran atau simpulan yang keliru atau sesat. Salah nalar terjadi karena kita tidak mengikuti tata cara pemikiran dengan tepat. Telaah atas kesalahan itu akan macam salah nalar, yaitu :
2.4.1 Deduksi yang salah
            Salah nalar akibat deduksi yang salah amat sering dilakukan orang. Hal ini terjadi akibat simpulan simpulan yang salah dalam silogisme yang berpremis salah atau yang premisnya tidak 
Misalnya :
Pengiriman manusia ke bulan hanyalah penghamburan. (premisnya : semua eksperimen ke angkasa luar hanyalah penghamburan)
9
2.4.2 Generalisasi yang terlalu luas
           Salah nalar ini terjadi karena jumlah premis yang terbatas tidak memadai. Harus dicatat bahwa kadang-kadang premis yang terbatas mengizinkan generalisasi yang sahih.
Misalnya : Orang Indonesia malas tetapi ramah. ( Orang Indonesia ada yang malas ada juga yang ramah).
2.4.3 Pemikiran “atau ini, atau itu”
Misalnya : petani harus bersekolah supaya terampil. (Apakah untuk menjadi terampil kita selalu harus bersekolah? )

 2.4.4 Salah nalar atas penyebabnya
            Generalisasi induktif sering disusun berdasarkan pengamatan sebab dan akibat, tetapi kita kadang-kadang tidak menilai dengan tepat sebab suatu peristiwa atau hasil kejadian. Khususnya dalam hal yang menyangkut manusia, penentuan sebab dan akibat sifatnya sulit. Salah nalar atas penyebab yang lazim terjadi ialah salah nalar yang disebut post hoc dan ergo propter hoc (sesudah itu dan maka karena itu).
Misalnya : Swie King menjadi juara karena doa kita. (Lawan Swie King tentu juga didoakan oleh para pendukungnya).

2.4.5 Analogi yang salah
            Analogi adalah usaha perbandingan dan merupakan upaya yang berguna untuk mengembangkan penalaran. Namun, analogi tidak membuktikan apa-apadan analogi yang salah dapat menyesatkan karena logikanya salah.
Misalnya : Rektor harus memimpin unuversitas seperti jendral memimpin divisi. (Universitas itu bukan tentara dengan disiplin tentara).

2.4.6 Penyimpangan masalah
            Salah nalar disini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok, atau jika kita menukar pokok masalah dengan pokok masalah yang lain, ataupun jika kita menyimpang dari garis masalah.
Misalnya : Program kelurga berencana tidak perlu karena tanah di Kalimantan masih kosong. (Manusia tidak bisa hidup dengan hanya memilikitanah).


10
2.4.7 Pembenaran masalah lewat pokok sampingan
            Salah nalar disini muncul jika argumentasi menggunakan pokok yang tidak langsung berkaitan, untuk membenarkan pendiriannya. Misalnya orang merasa kesalahannya dapat dibenarkan karena lawannya juga berbuat salah.
Misalnya : saya boleh berkorupsi karena orang lain berkorupsi juga. (Korupsi dihalalkan karena banyaknay korupsi dimana-mana).

 2.4.8 Argumentasi ad hominem
Salah nalar ini terjadi jika kita dalam argumentasi melawan orangnya dan bukan persoalannya. Khususnya dibidang politik, argumentasi jenis ini banyak dipakai.
Misalnya : Ia tidak mungkin seorang pemimpin yang baik karena kekayaannya berlimpah. (Yang dipersoalkan bukanlah kepemimpinannya).

2.4.9 Imbauan pada keahlian yang disangsikan
            Dalam pembahasan masalah, orang sering mengandalkan wibawa kalangan ahli untuk memperkuat argumentasinya. Mengutip pendapat seorang ahli sangat berguna walaupun kutipan itu tidak dapat membuktikan secara mutlak kebenaran pokok masalah. Misalnya, kita mengutip pendapat bintang film tentang pengembangan demokrasi.

2.4.10 Non sequitur
            Dalam argumentasi, salah nalar ini mengambil simpulan berdasarkan premis yang tidak, atau hampir tidak ada sangkut pautnya sama sekali.
Misalnya : Partai Rakyat Madani paling banyak cendekiawannya; karena itu usul-usulnya paling bermutu. (Tidak ada korelasi antara kecendekiaan dan kepandaian merumuskan usul).









11
BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
            Logika artinya bernalar; penalaran (reasoning) adalah proses mengambil simpulan (conclusion) dari bahan bukti atau petunjuk (evidence) yang ada. Secara umum ada dua jalan untuk mengambil simpulan dalam penalaran, yakni lewat penalaran induktif dan penalaran deduktif. Deduktif dan induktif berkaitan dengan logika atau penalaran. Cara menarik simpulan bias dilakukan dengan dua cara, yakni penarikan simpulan secara langsung dan penarikan simpulan secara tidak langsung. Salah nalar (fallacy) ialah gagasan, perkiraan atau simpulan yang keliru atau sesat. Salah nalar terjadi karena kita tidakmengikuti tata carapemikiran dengan tepat. Telaah atas kesalahan itu membantu kita menemukan logika yang tidak masuk akal dalam tulisan atau karangan.

3.2 Penutup
            Penalaran pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan penalaran induktif. Dimana secara lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme da penalaran induktif terkait dengan empirisme. Secara rasional, ilmu menyusuln pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Karena itu, sebelum teruji kebenarannya secara empiris, semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, penjelasannya sementara ini biasanya disebut hipotesis.
            Hipotesis ini padadasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis, proses induksi mulai memegang peranan, dimana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis didukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima atau tidak.





12
DAFTAR PUSTAKA





                                                                                                                                                                13